Arsip Tag: Sunan Bonang

Perkembangan Aksara Kawi dan Asal Usul Aksara Jawa

Perkembangan Aksara Kawi dan Asal Usul Aksara Jawa

Naskah pertama beraksara Jawa yang ditemukan adalah Serat Sunan Bonang atau Serat Syeh Bari atau Het Book van Bonang (awal abad 16 M) malah lebih tua dibanding naskah  beraksara mirip Kawi  atau beraksara Budha (awal abad 16 – akhir abad 18). Apa yang bisa disimpulkan ?

Halaman awal Serat Sunan Bonang dengan aksara jawa awal
Halaman awal Serat Sunan Bonang

 

Koleksi naskah merapi merbabu dengan aksara gunung atau budha
Koleksi naskah merapi merbabu

 

Kesimpulan saya berdasar naskah di atas adalah: Aksara Kawi pasca runtuhnya Majapahit mengalami dua arah perkembangan. Satu, perubahan revolusioner (meliputi bentuk dan sistem tatatulis, termasuk penambahan aksara rekan dan juga penggunaan yang bukan lagi untuk menulis bahasa Kawi tetapi untuk bahasa jawa baru dan malah bahasa Arab)=> menjadi aksara Jawa. Dua, perubahan evolusi/lambat menjadi aksara Gunung Merapi-Merbabu yang tak terlalu jauh berbeda dengan aksara kawi (baik bentuk, tatatulis, maupun penggunaan yang sebagian besar masih untuk menulis bahasa kawi).

Karena aksara Jawa pada saat itu (jaman Demak) ditujukan menulis bahasa Jawa (dan juga Arab, dengan tambahan rekan) maka wajar tidak seluruh set karakter aksara kawi diambil oleh aksara Jawa, pun ada sebagian yang secara bunyi/pengucapan sudah berbeda dengan aksara Kawi.

Di sisi lain, aksara gunung Merapi-Merbabu tetap mempertahankan keaslian bunyi dan kelengkapan set karakter aksara Kawi, karena memang lebih banyak ditujukan untuk menulis dalam bahasa Kawi.

Jaman berjalan, sampai suatu ketika para ahli yang ingin menyalin naskah kakawin berbahasa kawi ke dalam naskah beraksara Jawa agak terkendala keterbatasan aksara Jawa. karena tentu saja aksara jawa jaman Demak tak selengkap aksara Kawi, ditambah ada distorsi bunyi. Maka para ahli menjadikan aksara Bali lontar kakawin sebagai rujukan untuk menyusun aksara Jawa lengkap dengan urutan “kaganga” sesuai karakter set aksara Kawi, dimana memang aksara Bali sudah terlebih dahulu melengkapi aksaranya untuk menyalin kakawin bahasa Kawi aksara kawi ke dalam lontar aksara Bali, karena memang Bali sangat kuat dalam tradisi penyalinan naskah kuna ke dalam lontar.

Naskah kuna yang sudah disalin dengan aksara jawa cetak (rujukan aksara Jawa untuk bahasa Jawa kuna adalah lontar beraksara Bali) antara lain:

Kiduᶇ Harsa-Wijaya Berg, 1931 Kidung/MJ prose
Kiduᶇ Sunda Berg, 1927 Kidung/MJ prose
Kiduᶇ Sundāyana Berg, 1928 Kidung/MJ prose
Pamañcaᶇah Berg, 1929 Kidung/MJ prose
Sorandaka Berg, van den 1939 Kidung/MJ prose
Rangga Lawe Berg, 1930 Kidung/MJ prose
Pararaton Brandes, 1920 Kidung/MJ prose
Aji Darma Drewes, 1975 Kidung/MJ prose
Bhomakāwya Friederich, 1852 Kawawin
Bhomāntaka Teeuw, 1946 Kawawin
Agastyaparwa Gonda, 1933-1936 OJ prose
Bhīṣmaparwa Gonda, 1936 OJ prose
Brahmāṇḍapurāṇa Gonda, 1932 OJ prose
Brahmāṇḍapurāṇa kakawin Gonda, 1932 Kawawin
Bhāratayuddha Gunning, 1903 Kawawin
Tantri Kāmandaka Hooykaas, 1931 H-J prose
Kutaramanawa Jonker, 1885 Kidung/MJ prose
Ādiparwa Juynboll, 1906 OJ prose
Āśramawāsaparwa Juynboll, 1893 OJ prose
Mośalaparwa Juynboll, 1893 OJ prose
Prasthānikaparwa Juynboll, 1893 OJ prose
Wirāṭaparwa Juynboll, 1912 OJ prose
Saᶇ Hyaᶇ Kamahāyanikan Kats, 1910 OJ prose
Kuñjarakarṇa Kern, 1901 H-J prose
Rāmāyaṇa Kern, 1900 Kawawin
Wṛttasañcaya Kern, 1875 Kawawin
Nāgarakṛtāgama Pigeaud, 1960-1963 Kawawin
Tantu Paᶇgĕlaran Pigeaud, 1924 H-J prose
Calon Araᶇ Poerbatjaraka, 1926a Kidung/MJ prose
Dewa Ruci Poerbatjaraka, 1940 Kidung/MJ prose
Nirartha-Prakṛta Poerbatjaraka, 1951 Kawawin
Nītiśāstra Poerbatjaraka, 1933a Kawawin
Smaradahana Poerbatjaraka, 1931 Kawawin
Arjunawiwāha Poerbatjaraka, 1926b Kawawin
Nawaruci Prijohoetomo, 1934 Kidung/MJ prose
Sri Tañjuᶇ Prijono, 1938 Kidung/MJ prose
Sārasamuccaya Raghu Vira, 1962 OJ prose
Waᶇbaᶇ Wideha A Robson, 1971 Kidung/MJ prose
Ślokāntara Sharada Rani, 1957 OJ prose
Jñānasiddhānta Soebadio, 1971 OJ prose
Sudamala Stein Callenfels, van 1925 Kidung/MJ prose
Wṛhaspatitattwa Sudarshana Devi, 1957 OJ prose
Arjunawijaya Supomo, 1977 Kawawin
Korawāśrama Swellengrebel, 1936 H-J prose
Hariwaᶇśa Teeuw, 1950 Kawawin
Lubdhaka = Śiwarātrikalpa Teeuw, et al., 1969 Kawawin

Aksara itu hidup dan berkembang sangat tergantung kepada penggunanya. Oleh Van der Molen (ahli naskah kuno) Aksara Merapi-Merbabu diperkiraan berhenti pada akhir abad 18 karena tidak ada lagi penggunanya.

Aksara-aksara lokal di nusantara, jika tak ada lagi “penggunanya”, maka juga tinggal menunggu saatnya untuk tidur panjang, atau mati suri, atau bahkan betul-betul mati, dan akhirnya tinggal sejarah.

Aksara Jawa masih digunakan pada saat ini, bahkan sudah terdaftar di UNICODE.  Tetapi, sekali lagi, perkembangannya akan ditentukan oleh penggunanya sendiri.

Aksara jawa yang berkembang saat ini seolah menjadi ada dua.

  1. Aksara Jawa dengan urutan “hanacaraka” sebagai perkembangan dari aksara Jawa naskah Sunan Bonang di atas, dan masih aktif diajarkan di sekolah2.
  2. Aksara jawa yang digunakan untuk menyalin naskah kuna  berbahasa Jawa kuna., dalam hal ini saya sebut aksara jawa “kaganga” karena menganut urutan dan kelengkapan aksara Kawi, sebagai aksara induknya, dimana bentuk-bentuk karakter untuk melengkapinya merujuk kepada aksara Bali lontar (yang digunakan untuk menyalin turun temurun naskah lontar Bali yang pada aslinya naskah berupa aksara Kawi).

Aksara Jawa hanacaraka (carakan) dengan aksara Jawa ‘kaganga’ bisa jadi bentuknya sama, tetapi bisa jadi pula bunyi/pelafalannya serta fungsinya sudah berbeda.

 

Save

Suluk Wujil

Suluk Wujil ꦱꦸꦭꦸꦏ꧀ꦮꦸꦗꦶꦭ꧀

?fnW/nnenSirtpunW|jil¿
mtu/sirai=s=afinir,
rtuwhft¿
rtuwhftPn_g][n,
smu=kemHm_Xbu,
tlpkKnS=mamuni,
s=adekehai=ben=,
m=[katu/benF|,
swetVnedjin/wn¿
sp]ptTi=khai=agmk=sinelit¿
tekai=rhspu/b.

Dan warnanen sira ta Pun Wujil
Matur sira ing sang Adinira
Ratu Wahdat
Ratu Wahdat Panenggrane
Samungkem ameng Lebu
Talapakan sang Mahamuni
Sang Adhekeh in Benang,
mangke atur Bendu
Sawetnya nedha jinarwan
Saprapating kahing agama kang sinelit
Teka ing rahsa purba

Inilah ceritera si Wujil
Berkata pada guru yang diabdinya
Ratu Wahdat
Ratu Wahdat nama gurunya
Bersujud ia ditelapak kaki Syekh Agung
Yang tinggal di desa Bonang
Ia minta maaf
Ingin tahu hakikat
Dan seluk beluk ajaran agama
Sampai rahasia terdalam

ꦲꦤꦕꦟ꧀ꦝꦏꦺ…

Iqra Hanacaraka