Dengeng Ajisaka dan aksara murda
(cuma ‘othak-athik mathuk’)
ꦲꦤꦕꦫꦏ
ꦢꦠꦱꦮꦭ
ꦥꦣꦗꦪꦚ
ꦩꦒꦧꦛꦔ
Mungkin banyak yang sudah hapal dengan urutan itu, urutan aksara jawa (disini saya akan menyebutnya dengan aksara Ajisaka) yang membentuk suatu cerita tentang utusan Sang Ajisaka bernama Dora dan Sembada.
Aksara Ajisaka ini ‘hanya’ berjumlah 20. Lalu di urutan mana posisi aksara murda?
Nah, disini saya punya 2 hipotesa:
1. Aksara murda memang tidak dikenal pada aksara Ajisaka ini.
2. Aksara murda muncul belakangan dan ditambahkan pada aksara Ajisaka (bersama-sama ditambahkan pula aksara swara dan aksara rekan) menjadi aksara jawa baru yang kita kenal menurut paugeran Sriwedaren ataupun KBJ 96.
Héhé… sumangga. Ampun didamel spaneng, hla wong jare aksara jawa niku sampun boten kanggo, jare boten efekfit lan boten njamani.
Catatan:
Sebelum ada aksara Ajisaka dengan urutan ‘hanacaraka’, sudah ada aksara jawa kuna dengan urutan ‘kaganga’, dan bentuk karakter aksara murda sebenarnya hanya mengambil sebagian karakter dari aksara jawa kuna yang disebut aksara mahaprana.
Terima kasih dengan paparan ini saya menjadi lebih memahami dari sebelumnya…
sama-sama, terimakasih sudah mampir…
ikuti terus postingannya…..
Dari sepenggal cerita diatas yang ingin saya tahu apakah cerita ajisaka dengan hanacaraka nya juga adalah sebuah rekaan saja.. maaf bapa jika pertanyaan saya aneh karena saya benar tidak tahu babat awalnya..
Maturnuwun..
Iya, betul, itu adalah cerita rekasn, maka saya beri judul “dongeng”. Cerita itu seperti menerapkan metode ‘jembatan keledai’, bertujuan supaya.aksara jawa mudah dihapalkan, seperti halnya kata2 “mejikuhibiniu” untuk mrmudahkan hapalan urutan warna.